BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kurikulum Pendidikan Diploma 4 Manajemen Agroindustri
Pertanian Kerjasama antara Pusat Pengembangan dan Pemberdayaaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Pertanian Cianjur dengan Politeknik Negeri Jember,
dilaksanakan sesuai dengan Strategi Pelaksananan Kurikulum Pendidikan D4 dalam
rangka meningkatkan wawasan dan memperdalam kompetensi mahasiswa pada mata
kuliah kejuruan pertanian maka perlu dilakukan studi
lapangan ke industri-industri
yang relevan dengan bidang perminatan.
Mahasiswa perlu
berperan aktif dalam kegiatan belajar dan meningkatkan pengetahuan, wawasan dan
pemahaman dalam bidang konsentrasi yang sedang digeluti dengan kurikulum yang
sudah ditentukan. Dengan adanya kegiatan field trip ini membantu mahasiswa
untuk mengetahui kiat-kiat apa saja yang harus dipersiapkan untuk
menghadapi kegiatan on farm yang akan
dilakukan. Melalui kegiatan ini pula, sosialisasi dengan instansi yang
bersangkutan dapat membawa dampak positif, sebagai acuan salah satunya. Dalam proses
kegiatan ini berlangsung banyak hal yang bisa dijadikan pelajaran.
Melalui studi lapang
diharapkan mahasiswa memperoleh pengetahuan, wawasan dan pemahaman tentang
proses produksi di Balai Penelitian Tanaman Sayuran yang relavan dengan bidang peminatan
Teknik Produksi Pangan dan Hortikultura yaitu tentang teknik produksi tanaman
pangan dan hortikultura.
1.2. Tujuan
a. Mengetahui
fungsi dan peran instansi (Balitsa)
b. Meningkatkan
pengetahuan, wawasan, dan pemahaman mahasiswa dalam bidang Teknik Produksi
Tanaman Pangan dan Hortikultura, seperti
cara-cara produksi yang dilakukan instansi (Balitsa)
c. Pembekalan
untuk pelaksanaan On Farm
1.3. Sasaran
Sasaran yang
dituju dalam field trip ini adalah mahasiswa dari bidang peminatan teknik
produksi tanaman pangan dan hortikultura.
BAB II
METODE PELAKSANAAN
STUDI LAPANG
2.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Lokasi
studi lapang yang kita kunjungi adalah Balai Penelitian Tanaman Sayuran yang
terletak di Jl. Tangkuban Perahu No. 517, Lembang- Bandung Barat 40391. Waktu pelaksaan pada hari Rabu, tanggal 13 November
2013.
2.2. Metode
Metode
yang digunakan dalam pengumpulan data diantaranya melalui diskusi di ruangan, kemudian dilanjutkan dengan
survey langsung ke lapangan. Di lapangan selain melakukan survey, dihimpun
melalui proses tanya jawab langsung antara mahasisswa dengan narasumber yang
bertugas sebagai peneliti di Balitsa.
2.3. Observasi
Observasi
dilakukan dengan cara melihat tahapan-tahapan budidaya beserta teknik budidaya
di lapangan secara langsung.
2.4. Wawancara
Wawancara
dilakukan terhadap narasumber yang bertugas sebagai peneliti dan pembudidaya di
Balitsa, yakni Bapak Uum Supena dengan cara bertanya secara langsung mengenai
permasalahan-permasalahan yang biasa ditemui dalam teknik berbudidaya tanaman sayuran.
BAB III
HASIL STUDI LAPANG DAN
PEMBAHASAN
3.1. Gambaran Umum Industri
a.
Sejarah Berdirinya :
Balai Penelitian Tanaman Sayuran
(Balitsa) merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian yang berada di bawah koordinasi dan bertanggung jawab
langsung kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Balitsa,
terletak di bawah kaki Gunung Tangkuban Parahu tepatnya pada 107o 30'
Bujur Timur dan 60o 30' Lintang Selatan yang terletak di Desa
Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat pada
ketinggian tempat ± 1.250 m dpl. Ditinjau dari segi geologis jenis tanah di
daerah tersebut merupakan tanah Andisol yang beriklim tipe B, dengan suhu
rata-rata harian berkisar antara 19-24o C, kelembaban udara berkisar 34-90%
dan rata-rata curah hujan 2.207,5 mm/tahun, sehingga daerah tersebut sangat
cocok untuk pusat penelitian dan pengembangan tanaman sayuran.
Pada tahun 1940 s.d. 1962, lembaga ini berstatus
sebagai Kebun Percobaan dengan nama Balai Penyelidikan Pertanian Kebun
Percobaan Margahayu di bawah Balai Penyelidikan Teknik Pertanian (BPTP) yang
berkedudukan di Bogor, Jawa Barat. Pada tahun 1962 s.d. 1973, lembaga ini
menjadi Kebun Percobaan Margahayu di bawah Lembaga Penelitian Hortikultura
(LPH) Pusat yang berkedudukan di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Tahun 1973 s.d.
1980, lembaga ini menjadi Cabang Lembaga Penelitian Hortikultura di bawah
Lembaga Penelitian Hortikultura (LPH) Pusat yang berkedudukan di Pasar Minggu,
Jakarta Selatan. Pada saat itu tenaga peneliti yang tergabung dalam lembaga
tersebut dibagi dalam 4 disiplin ilmu, yaitu : Pemuliaan, Hama dan Penyakit,
Sosial Ekonomi, dan Teknologi Hasil Pertanian.
Pada tahun 1980 melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian
No.861/Kpts/Org/12/1980 tertanggal 2 Desember 1980, Cabang Lembaga Penelitian
Hortikultura berubah nama menjadi Balai Penelitian Tanaman Pangan (Balitan)
Lembang dan bertanggung jawab langsung kepada Pusat Penelitian dan Pengambangan
Tanaman Pangan di Bogor di bawah lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Departemen Pertanian.
Pada bulan Maret 1982 berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Pertanian Nomor : 550/Kpts/Org/7/1982, Balai Penelitian Tanaman Pangan
(Balitan) Lembang berubah nama menjadi Balai Penelitian Hortikultura
(Balithort) Lembang. Di dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
613/Kpts/OT.210/8/1984 Balai Penelitian Hortikultura (Balithort) Lembang
merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian di bidang penelitian dan pengembangan tanaman hortikultura yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Adapun tugas yang diemban oleh Balithort Lembang, yaitu
melaksanakan penelitian dan pengembangan tanaman sayuran dan tanaman hias. Pada
saat itu Balithort Lembang memiliki dua Sub Balai, yaitu Sub Balai Tanaman Hias
di Cipanas, Cianjur dan Sub Balai Hama dan Penyakit di Segunung, Cianjur.
Pada tanggal 1 April 1995, berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Pertanian Nomor 796/Kpts/OT/210/12/94, Balithort Lembang berubah nama
menjadi Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) dengan tugas pokok
melaksanakan penelitian dan pengembangan tanaman sayuran
b.
Visi dan Misi :
VISI
“Menjadi lembaga penelitian
sayuran berkelas dunia pada tahun 2014 yang menghasilkan dan
mengembangkan inovasi teknologi sayuran untuk mewujudkan industrial yang
memanfaatkan sumber daya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai
tambah, ekspor, dan kesejahteraan petani”
MISI
·
Merakit, menghasilkan dan
mengembangkan teknologi inovasi sayuran yang secara ilmiah dan teknis dapat
meningkatkan produktivitas, daya saing dan nilai tambah, serta sesuai dengan
kebutuhan pengguna.
·
Meningkatkan diseminasi
teknologi dalam mendukung pengembangan kawasan hortikultura.
·
Meningkatkan kompetensi
sumber daya manusia, sarana dan prasarana dalam
pelayanan terhadap pengguna teknologi inovasi yang efektif dan efisien.
·
Menjalin jejaring kerjasama
dalam negeri dan luar negeri dalam membangun kemitraan untuk membangun dan
memecahkan masalah rawan pangan dan gizi komunitas dunia
c.
Tugas Pokok dan Fungsi :
Tugas Pokok :
Melaksanakan penelitian
tanaman sayuran
Fungsi :
·
Penelitian genetika, pemuliaan,
perbenihan dan pemanfaatan plasma nutfah tanaman sayuran
·
Penelitian morfologi, fisiologi,
ekologi, entomologi dan fitopalogi tanaman sayuran
·
Penelitian komponen teknologi sistem
dan usaha agribisnis tanaman sayuran
·
Pelayanan teknik kegiatan penelitian
tanaman sayuran
d.
Struktur Organisasi :
e.
Jumlah Karyawan
·
Struktural : 4 orang
·
Peneliti : - S1 = 42 orang
- S2 = 15 orang
- S3 = 10 orang
·
Teknisi : 40 orang
·
Administrasi kebun dan rumah
tangga : 85 orang
Jumlah : 192 orang
3.2. Hasil Kegiatan Studi Lapang
a.
Tahap-tahap Produksi
Balitsa
1. Persiapan
Lahan
Luas
keseluruhan Balitsa seluas 40 Ha, namun tidak keseluruhan lahan dipergunakan
sebagai lahan produksi. Lahan tersebut diperuntukkan antara lain sebagai tempat
produksi, wisata, penelitian, magang, diklat, kerjasama, studi banding, dan
disewakan kepada petani.
Sebagai
lahan produksi, pengolahan tanah yang dilakukan BALITSA Lembang menggunakan
cara garit laci. Metode garit laci dilakukan dengan cara membuat parit atau
garit yang memanjang pada lahan yang nantinya akan menjadi tempat penimbunan
gulma. Selanjutnya lubang tersebut diratakan untuk dibuat guludan.
2. Pembibitan
Pembibitan
dilakukan dengan menggunakan ruangan khusus yang terbuat dari kassa dengan pintu
ganda dengan tingkat sterilisasi tinggi yang disebut dengan rumah kassa. Di
rumah kassa tersebut pembibitan dilakukan dengan cara konvensional dan modern.
Untuk media tanam pada pembibitan konvensional digunakan campuran tanah, sekam
dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1. Sedangkan untuk cara modern
digunakan cara kultur jaringan.
3. Penanaman
Penanaman
dilakukan dengan tergantung dengan ukuran benih yang akan ditanam. Benih yang
berukuran besar seperti jagung dilakukan dengan cara tugal sedangkan untuk
benih yang berukuran kecil seperti bayam ditanam dengan cara disebar. Untuk
tenaga kerja penanaman per hektar dibutuhkan 45 HOK.
4. Pengairan
Balitsa
menggunakan air yang bersumber dari sungai yang terletak di belakang Balitsa
yang kemudian ditampung pada kolam penampungan yang selanjutnya dialirkan ke
lahan-lahan produksi. Berhubung kualitas air yang berasal dari sungai tersebut
sudah terbilang baik, maka tidak ada treatment khusus sebelum air digunakan.
Untuk teknik pemberian air, Balitsa menggunakan dua cara yaitu dengan cara
mengalirkannya melalui parit-parit antar bedengan atau dengan cara sprinkle
menggunakan alat penyemprot khusus.
5. Pemupukan
Jenis
pupuk yang digunakan oleh Balitsa terdiri dari dua jenis yaitu pupuk anorganik
berupa pupuk kimia dan pupuk organik berupa pupuk kandang kuda dan pupuk
kandang kelinci sebagai pupuk awal. Selain itu, sebagai tambahan Balitsa
menggunakan pupuk kompos yang terbuat dari serasah dan bahan sisa panen yang
difermentasi dengan starter berupa EM-4.
Untuk pupuk susulan, biasanya menggunakan pupuk urea dan NPK dengan
konsentrasi 2 gr / 200 cc jika dicairkan dan 2 gr / tanaman jika menggunakan
sistem tugal.
6. Pengendalian
Hama dan Penyakit
Secara
umum, hama yang sering menyerang tanaman budidaya di Balitsa terdiri dari
insekta dan akarina. Cara pengendalian yang dilakukan oleh Balitsa terdiri dari
tiga cara mulai dari mekanis, khemis dan biologis. Ketiga cara tersebut
dilakukan dengan ketentuan berupa tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh hama.
Pengendalian biologis dilakukan sebelum kegiatan budidaya tanaman dengan
mengembang biakkan serangga predator sebagai usaha preventif, pengendalian
secara mekanis dilakukan jika kerusakan yang ditimbulkan kurang dari 10 %.
Sedangkan pengendalian secara kimia mulai dilakukan jika kerusakan mencapai
angka 10-20 %.
Untuk
pelaksanaan K3LH sangat menjadi konsen bagi pelaku pertanian di Balithi. Hal
tersebut terbukti dengan diwajibkannya penggunaan peralatan keselamatan kerja
yang didukung dengan adanya alokasi dana khusus check up tiap bulan bagi tenaga
kerja yang menggunakan bahan kimia baik pestisda maupun pupuk kimia.
7. Panen
dan Pasca Panen
Waktu
panen di Balitsa ditentukan berdasarkan pada dua aspek, yaitu pertama panen
yang didasarkan pada kesiapan komoditas tersebut untuk dipanen, kedua panen dilaksanakan berdasarkan permintaan
UPT bagian pemasaran. Untuk cara panen umumnya dilaksanakan secara manual
menggunakan alat-alat sederhana seperti gunting dan pisau. Untuk penanganan
pasca panen di Balitsa terbatas hanya sampai pengeringan yang merupakan
teknologi kebanggaan Balitsa, hal tersebut dikarenakan keterbatasan Balitsa
yang hanya berfungsi sebagai UPT sektor penelitian, bukan UPT penanganan.
8. Aspek
Marketing
Sebagai
badan peneliti, Balitsa tidak menangani marketing produk budidaya karena sudah
menjadi tugas UPT pemerintah di sektor lain. Balitsa terbatas hanya
menghasilkan teknologi yang nantinya teknologi tersebut dipublikasikan ke
masyarakat melalui website Balitsa, para pengunjung yang berkunjung ke Balitsa,
Magang, Diklat, Kerja Sama dan Studi Banding.
b.
Teknik Budidaya di
Balitsa
Sebagai peneliti,
Balitsa dituntut menghasilkan produk dan atau teknologi melalui berbagai cara
yang salah satunya melalui penggunaan teknik budidaya. Pada saat kunjungan,
teknik budidaya yang digunakan Balitsa mencakup 3 teknik, antara lain :
1. Konvensional
Teknik konvensional
adalah teknik budiaya yang dimana cara pengelolaannya masih tradisional, tidak
menggunakan teknologi atau sedikit menggunakan teknologi. Contohnya dalam
pembuatan bedengan dengan tidak menggunakan mulsa. Di Balitsa terdapat beberapa
jenis komoditas yang menggunakan teknik ini, salah satunya pada budidaya
tanaman bawang merah, teknik ini mempunyai kelemahan dalam pemberian pupuk
cair, mudahnya tumbuh gulma dan mudah terserang hama.
2. Penggunaan
Mulsa
Penggunaan mulsa merupakan
salah satu teknik kebanggaan Balitsa yang ditemukan pada tahun 1980 oleh para
peneliti Balitsa. Dengan penggunaan mulsa, setidaknya terdapat dua kelebihan
dibandingkan dengan teknik konvensional yaitu tidak adanya biaya yang perlu
dikeluarkan untuk melakukan penyiangan, kemudian kelebihan selanjutnya yaitu
efektifnya penggunaan pupuk cair. Adapun contoh budidaya yang menggunakan
teknik penggunaan mulsa yang dilakukan oleh Balitsa adalah pada tanaman cabai
merah.
3. Aeroponik
Teknik Aeroponik adalah
salah satu teknik budidaya terbaru dalam teknologi pertanian di Balitsa. Teknik
budidaya ini tidak menggunakan tanah dan dilakukan didalam Greenhouse. Menurut
penelitian yang sudah dilakukan Balitsa pada tanaman Kentang, hasil produksi
dari teknik Aeroponik ini menghasilkan 30 umbi dari 1 pohon, bahkan Balitsa
menargetkan hasil produksi dari teknik Aeroponik ini mencapai 50 umbi dari 1 pohon tanaman kentang. Namun teknik
Aeroponik ini masih terbentur dengan biaya yang cukup mahal, jadi hanya bisa dilakukan
pada tanaman yang nilai ekonomisnya tinggi.
3.3. Pembahasan
a. Tahap-tahap
Produksi
1. Persiapan
Lahan
Dengan
menggunakan sistem garit laci, persipan lahan yang dilakukan di Balitsa menjadi
lebih cepat dan ekonomis. Hal tersebut dikarenakan vegetasi yang disanitasi
tidak perlu dipindahkan ke luar lahan karena langsung dikubur pada lahan
sehingga waktu yang diperlukan untuk mempersiapkan lahan menjadi lebih singkat
yang secara tidak langsung menghemat biaya tenaga kerja. Selain itu, gulma yang
dikubur setelah beberapa lama akan terdekomposisi yang berfungsi memperbaiki
sifat fisika, kimia dan biologi tanah.
Namun, metode ini mempunyai kelemahan yaitu apabila penimbunan yang dilakukan kurang
dalam, gulma dapat tumbuh lagi.
2. Pembibitan
Rumah
kasa berfungsi untuk menekan hama dan penyakit yang menyerang pada tanaman yang
dibibitkan. Hal tersebut ditunjang dengan digunakannya 2 pintu dengan pintu dan
ruangan pertama berfungsi sebagai ruang isolasi. Selain itu, di ruang pertama
terdapat bak kecil yang berisikan cairan antiseptik / desinfektan sebagai
pengendali patogen yang berasal dari luar yang wajib diinjak ketika memasuki
ruangan pembibitan guna membunuh patogen yang ada pada alas kaki.
3. Penanaman
Untuk
teknik penanaman di Balitsa masih sama dengan teknik penanaman yang umum
dilakukan yakni dengan cara disebar dan ditugal. Meski terkesan tradisional,
namun hal tersebut sebenarnya sangat cocok jika dilihat dari kondisi lahan di Balitsa
yang berperan sebagai peneliti yang relatif tidak memerlukan lahan produksi
yang luas sehingga tidak memerlukan traktor untuk penanaman.
4. Pengairan
Cara
pengairan dengan sistem pengaliran air
pada parit di lahan konvensional sangat cocok diterapkan mengingat kondisi
kemiringan lahan di Balitsa yang mendukung. Dengan cara ini, pengairan menjadi
lebih hemat karena tidak ada biaya penggunaan pompa air. Sementara khusus untuk
sistem aeroponik, air diberikan melalui cara semprot bersamaan dengan pemberian
nutrisi. Jika dilihat sepintas maka cara pemberian air dengan cara semprot akan
terlihat lebih mahal dikarenakan sistem pemberian air melalui cara semprot yang
diterapkan pada teknik aeroponik memerlukan biaya tambahan dalam penggunaan
pompa air, namun jika dibandingkan dengan hasil panen yang didapat maka biaya
operasional pengairan dengan sistem semprot bisa tertutupi. Hal tersebut dikarenakan
pada budidaya yang menggunakan pengairan semprot (aeroponik), air yang
dibutuhkan cukup,
tanpa harus khawatir kelebihan air sehingga meminimalisir resiko terjadinya
pembusukan akar akibat kelebihan air yang akhirnya berakibat pada optimalnya
hasil panen.
5. Pemupukan
Pemberian
dosis pupuk anorganik di Balitsa pada semua jenis tanaman yang dibudidayakan
pada setiap kali memupuk adalah 2 gr / tanaman, namun yang membedakan dan
menjadi bahan peniltian di Balitsa adalah periode pemberian pupuk. Hal tersebut
ditujukan untuk memudahkan penelitian, karena jika dosis yang dibedakan sebagai
bahan pembeda maka dikhawatirkan akan terjadi kekeliruan karena di lapangan
menakar dosis dengan ketelitian nol koma relatif akan sangat sulit sehingga
dipilih periode pemberian yang menjadi pembeda karena akan lebih memudahkan
penelitian.
Untuk
penggunaan pupuk organik, Balitsa menggunakan pupuk kandang berupa kotoran kuda
sebagai pupuk awal pokok dan kotoran kelinci beserta kompos sebagai tamabahn.
( Tabel 1, persentase kandungan hara )
Jika
dilihat dari persentase kandungan hara, maka kotoran kuda tidak lebih baik dari
kotoran domba. Namun kotoran kuda digunakan Balitsa dengan tujuan untuk menekan
biaya produksi karena Balitsa sendiri memiliki kandang kuda, sementara apabila
Balitsa menggunakan pupuk kandang jenis lain maka harus mengeluarkan biaya
tambahan untuk membelinya.
6. Pengendalian
Hama dan Penyakit
Metode
pengendalian hama dan penyakit tanaman didasarkan pada tingkat kerusakan yang
ditimbulkan. Hal tersebut berkaitan dengan biaya pengendalian yang dikeluarkan.
Pada tingkat kerusakan di bawah 10 % digunakan pengendalian secara mekanis
dengan cara mengambil hama atau mencabut tanaman yang terinfeksi penyakit
secara langsung. Dengan pengendalian secara mekanis melalui pengambilan secara
langsung maka akan lebih menghemat biaya produksi karena tidak harus
mengeluarkan biaya tambahan untuk pembelian pestisida dan tenaga kerja. Pengendalian
khemis yang mulai dilakukan pada tingkat kerusakan 10-20% bertujuan untuk
mengendalikan hama namun hasil yang didapat masih memberikan keuntungan. Pada
tingkat kerusakan lebih dari 10-20 % dikhawatirkan pertumbuhan hama dan
penyakit akan semakin besar sehingga bahan kimia (pestisida) mulai digunakan.
7. Panen
dan Pasca Panen
Panen
yang dilakukan berdasarkan kesiapan suatu komoditas untuk dipanen terbatas pada
komoditasnya. Kriteria untuk tanaman siap panen diantaranya matang secara fisik
, sudah cukup umur (komputasi) dan dapat dilihat dari kenampakan fisik (visual)
tanaman tersebut.
Matang
secara fisik berarti tanaman yang siap panen biasanya jika disentuh sudah tidak
terlalu keras, sudah cukup umur berarti waktu panen didasarkan lamanya waktu
tanam, sedangkan siap panen berdasrkan kenampakan fisik berarti berubahnya
warna tanaman yang siap dipanen.
Namun
diantara ketiga kriteria panen tersebut kriteria yang paling akurat dan sering
digunakan adalah metode komputasi (dihitung berdasarakan lama umur tanaman).
8. Aspek
Marketing
Sebagai
UPT yang menangani bagian penelitian dan pengembangan teknologi budidaya
sayuran maka ruang gerak Balitsa di bidang marketing produk hasil panen sangat
terbatas, hal tersebut dikarenakan adanya UPT lain yang langsung mengkoordinir
produk hasil pertanian Balitsa. Namun sebagai peneliti yang menghasilkan
teknologi terkini di bidang budidaya sayuran, Balitsa memiliki alur marketing
yang sangat jelas.
Salah
satu contoh alur marketing yang terjadi di Balitsa adalah penggunaan mulsa dan
pengadaan benih. Pada saat mulsa ditemukan Balitsa berperan sebagai peneliti
yang harus menemukan cara untuk memangkas
biaya penyiangan yaitu dengan menemukan mulsa. Setelah mulsa ditemukan,
Balitsa melaporkan kepada pemerintah yang kemudian pihak pemerintah memproduksi
mulsa tersebut secara masal atau menyerahkan pada badan swasta untuk kemudian
disosialisasikan dan dipasarkan ke masyarakat. Sama halnya dengan penemuan
mulsa, penemuan benih kualitas unggul oleh Balitsa juga diteliti oleh peneliti
Balitsa melalui serangkaian percobaan. Setelah benih unggul hasil penelitian
tersebut didapat, Balitsa melaporkan kepada pemerintah yang kemudian pemerintah
menyerahkan pada pihak swasta untuk diperbanyak melalui penelitian yang telah
dilakukan Balitsa, sementara keuntungan yang didapat oleh peneliti Balitsa
berupa royalti atau keuntungan lain berdasar kesepakatan.
Cara
memasarkan yang paling baru yang dilaksanakan oleh Balitsa melalui website,
pemasaran melalui website dinilai cara yang paling mudah untuk diakses oleh
masyarakat. Tidak seperti cara terdahulunya yaitu melalui peluncuran buku, yang
relatif sulit dijangkau karena buku tidak tersalur ke semua toko buku dan juga dikarenakan
masih rendahnya animo masyarakat terhadap referensi berupa buku. Selain itu, pemasaran
melelui diklat dan magangpun masih terbatas pada sedikitnya kuantitas masyarakt
yang mau datang untuk meminta diklat dan
pelatihan karena berbagai faktor. Sehingga peluncuran website Balitsa dinilai
menjadi media yang paling ampuh dalam rangka memasarkan hasil penelitian dan
teknologi yang dihasilkan oleh Balitsa.
b. Teknik
Budidaya Balitsa
1. Konvensional
Dengan teknik budidaya
konvensional kegiatan budidaya masih menghasilkan hasil yang relatif kecil dan
biaya produksi sebetulnya bisa jadi lebih besar dari teknik lain. Namun, teknik
konvensional ini masih banyak dilakukan oleh petani bahkan oleh petani binaan
Balitsa sendiri dikarenakan teknik budidaya ini relatif paling mudah untuk dilaksanakan
dan membutuhkan modal awal yang paling sedikit jika dibandingkan dengan teknik
budidaya yang lain, misalkan saja tidak adanya biaya yang perlu dikeluarkan
untuk membeli mulsa, selain itu pada teknik budidaya konvensional tidak perlu
menggunakan tenaga kerja yang professional sehingga memudahkan petani awam
untuk melakukan budidaya.
2. Penggunaan
Mulsa
Jika dilihat sepintas
maka penggunaan mulsa akan terlihat jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan
teknik budidaya konvensional. Namun jika dihitung secara seksama akan tampak
bahwa dengan menggunakan mulsa justru lebih menguntungkan dari pada teknik budidaya
konvensional yang mengharuskan tindakan penyiangan guna menekan hama. Dengan
melakukan penyiangan pada teknik konvensional setiap sekali budidaya akan
menghabiskan dana sebesar Rp. 3.000.000, maka untuk kegiatan budidaya per tahun
sebanyak 4 kali budidaya akan menghabiskan dana sebesar Rp. 12.000.000,
sedangkan dengan menggunakan mulsa per hektar akan menghabiskan dana sebesar
Rp. 6.000.000 namun dapat digunakan untuk 4 kali budidaya sehingga dengan
menggunakan mulsa untuk mengendalikan gulma hanya diperlukan dana setengah dari
dana yang perlu dikeluarkan dalam teknik budidaya konvensional.
Selain itu, dengan menggunakan mulsa
pemberian pupuk cair akan lebih efektif karena kehilangan pupuk akibat
penguapan akan lebih sedikit. Hal tersebut terjadi karena pupuk cair yang
diberikan pada tanaman melalui lubang pada mulsa akan terhalang oleh mulsa dari
terik matahari karena pada bagaian atas mulsa berwarna perak terang sehingga
berfungsi memantulkan cahaya matahari yang berakibat pada tidak menguapnya
pupuk karena temperatur tanah yang tidak terlalu tinggi akibat pemantulan
tersebut.
3. Aeroponik
Teknik aeroponik merupakan
teknologi budidaya terkini yang digunakan Balitsa dalam kegiatan budidaya.
Dengan hasil panen pada tanaman kentang yang mencapai 6 kali lipat lebih banyak
dari teknik budidaya konvensional / penggunaan mulsa. Hal tersebut disebabkan
oleh sangat efektifnya nutrisi dan air yang diberikan pada teknik budidaya ini
sehingga hasil yang didapat lebih besar dibandingkan dengan teknik konvensional
/ penggunaan mulsa.
Nutrisi dan air
diberikan secara otomatis melalui mesin pengabut yang dilengkapi dengan timer,
sehingga pada perioda tertentu (kurang lebih 8 jam untuk tanaman kentang)
nutrisi dan air akan disemprotkan.
Namun berhubung teknik
budidaya ini relatif mahal (sekitar 15 juta pada luasan 15 m x 30 m menurut
kediri agro selaku penjual alat-alat pertanian) dan sulit, sehingga diperlukan
modal yang lebih besar dan tenaga kerja yang profesional maka teknik ini hanya
digunakan pada komoditas tertentu saja.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1. Simpulan
Setelah melakukan field trip mahasiswa mendapat
informasi tentang instansi yang dikunjungi yaitu Balitsa merupakan UPT
(Unit Pelaksana Teknis) Pemerintah yang bergerak di bagian penelitan tanaman
sayuran.Yang berfungsi bertanggung
jawab untuk melakukan serangkaian penelitian dalam rangka meningkatkan kemajuan
pertanian di Indonesia.
Selain itu mahasiswa juga mendapat
pengetahuan yang berhubungan dengan bidang peminatan
TPTPH yaitu
teknik produksi tanaman
pangan dan hortikultura
tentang tahapan produksi yang meliputi persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pengairan, pemupukan,
pengendalian hama
penyakit, panen dan pascapanen. Teknik produksi
yang dilakukan di Balitsa diantaranya
teknik konvensional, penggunaan mulsa, dan aeroponik.
Oleh karena itu, hal
tersebut dapat membekali kami dalam pelaksanaan on farm yang akan kami laksanakan.
4.2. Saran
·
Sebaiknya
narasumber dari Balitsa berjumlah lebih dari satu orang, karena terdapat 2 jurusan yang berkunjung ke
Balitsa dalam waktu yang bersamaan, sehingga
dengan narasumber lebih dari satu orang setiap narasumber fokus membahas tentang apa yang berhubungan dengan kedua
jurusan tersebut.
·
Sebaiknya
mahasiswa dibawa masuk ke green house kassa budidaya kentang aeroponik,
sehingga mahasiswa dapat jelas melihat proses budidayanya.
·
Sebaiknya waktu
kunjungan lebih dari 2 jam. Sehingga pertanyaan yang di tanyakan lebih
kompleks.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Gambar 1,
Green House kassa
Gambar 2,
Tempat penyimpanan hasil panen
Gambar 3,
Green House kassa
Gambar 4,
Narasumber Balithi
Gambar 5,
Teknik budidaya menggunakan mulsa
Gambar 6,
Teknik budidaya
menggunakan mulsa (tanaman cabai)
Gambar 7,
Tempat media tanam
Gambar 8, Teknik
budidaya menggunakan mulsa
Gambar 9,
Budidaya kentang secara konvensional
Gambar 10,
Pengendalian hama secara hayati
Gambar 11,
Waktu wawancara di
lapangan
Gambar 12,
Serah terima cendra mata
Gambar 13,
Sesi tanya jawab di
dalam ruangan
Gambar 14,
Sesi tanya jawab di
dalam ruangan
Gambar 15, Foto bersama dengan
narasumber Balitsa
Obat Penggemuk Badan
ReplyDeleteObat Peninggi Badan
Obat Pelangsing Badan
Pemerah Bibir
Cream Pemutih Wajah
Obat Pemutih Kulit Badan
Perontok Bulu
Obat Penghilang Tato
Alat Pembesar Payudara