Selamat Datang di Blog Horti Fresh

Tuesday, 26 November 2013

Laporan Field trip ke Balitsa



BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kurikulum  Pendidikan Diploma 4 Manajemen Agroindustri Pertanian Kerjasama antara Pusat Pengembangan dan Pemberdayaaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Pertanian Cianjur dengan Politeknik Negeri Jember, dilaksanakan sesuai dengan Strategi Pelaksananan Kurikulum Pendidikan D4 dalam rangka meningkatkan wawasan dan memperdalam kompetensi mahasiswa pada mata kuliah kejuruan pertanian maka perlu dilakukan studi lapangan ke industri-industri yang relevan dengan bidang perminatan.

Mahasiswa perlu berperan aktif dalam kegiatan belajar dan meningkatkan pengetahuan, wawasan dan pemahaman dalam bidang konsentrasi yang sedang digeluti dengan kurikulum yang sudah ditentukan. Dengan adanya kegiatan field trip ini membantu mahasiswa untuk mengetahui kiat-kiat apa saja yang harus dipersiapkan untuk menghadapi  kegiatan on farm yang akan dilakukan. Melalui kegiatan ini pula, sosialisasi dengan instansi yang bersangkutan dapat membawa dampak positif, sebagai acuan salah satunya. Dalam proses kegiatan ini berlangsung banyak hal yang bisa dijadikan pelajaran.

Melalui studi lapang diharapkan mahasiswa memperoleh pengetahuan, wawasan dan pemahaman tentang proses produksi di Balai Penelitian Tanaman Sayuran yang relavan dengan bidang peminatan Teknik Produksi Pangan dan Hortikultura yaitu tentang teknik produksi tanaman  pangan dan hortikultura.



1.2. Tujuan
a.       Mengetahui fungsi dan peran instansi (Balitsa)
b.      Meningkatkan pengetahuan, wawasan, dan pemahaman mahasiswa dalam bidang Teknik Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura, seperti cara-cara produksi yang dilakukan instansi (Balitsa)
c.       Pembekalan untuk  pelaksanaan On Farm

1.3. Sasaran
Sasaran yang dituju dalam field trip ini adalah mahasiswa dari bidang peminatan teknik produksi tanaman pangan dan hortikultura.
BAB II
METODE PELAKSANAAN STUDI LAPANG

2.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Lokasi studi lapang yang kita kunjungi adalah Balai Penelitian Tanaman Sayuran yang terletak di Jl. Tangkuban Perahu No. 517, Lembang- Bandung Barat 40391. Waktu pelaksaan pada hari Rabu, tanggal 13 November 2013.
2.2. Metode
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data diantaranya melalui diskusi  di ruangan, kemudian dilanjutkan dengan survey langsung ke lapangan. Di lapangan selain melakukan survey, dihimpun melalui proses tanya jawab langsung antara mahasisswa dengan narasumber yang bertugas sebagai peneliti di Balitsa.
2.3. Observasi
Observasi dilakukan dengan cara melihat tahapan-tahapan budidaya beserta teknik budidaya di lapangan secara langsung.
2.4. Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap narasumber yang bertugas sebagai peneliti dan pembudidaya di Balitsa, yakni Bapak Uum Supena dengan cara bertanya secara langsung mengenai permasalahan-permasalahan yang biasa ditemui dalam  teknik berbudidaya tanaman sayuran.
BAB III
HASIL STUDI LAPANG DAN PEMBAHASAN
3.1. Gambaran Umum Industri
a.      Sejarah Berdirinya :
Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang berada di bawah koordinasi dan bertanggung jawab langsung kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Balitsa, terletak di bawah kaki Gunung Tangkuban Parahu tepatnya pada 107o 30' Bujur Timur dan 60o 30' Lintang Selatan yang terletak di Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat pada ketinggian tempat ± 1.250 m dpl. Ditinjau dari segi geologis jenis tanah di daerah tersebut merupakan tanah Andisol yang beriklim tipe B, dengan suhu rata-rata harian berkisar antara 19-24o C, kelembaban udara berkisar 34-90% dan rata-rata curah hujan 2.207,5 mm/tahun, sehingga daerah tersebut sangat cocok untuk pusat penelitian dan pengembangan tanaman sayuran.
Pada tahun 1940 s.d. 1962, lembaga ini berstatus sebagai Kebun Percobaan dengan nama Balai Penyelidikan Pertanian Kebun Percobaan Margahayu di bawah Balai Penyelidikan Teknik Pertanian (BPTP) yang berkedudukan di Bogor, Jawa Barat. Pada tahun 1962 s.d. 1973, lembaga ini menjadi Kebun Percobaan Margahayu di bawah Lembaga Penelitian Hortikultura (LPH) Pusat yang berkedudukan di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Tahun 1973 s.d. 1980, lembaga ini menjadi Cabang Lembaga Penelitian Hortikultura di bawah Lembaga Penelitian Hortikultura (LPH) Pusat yang berkedudukan di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pada saat itu tenaga peneliti yang tergabung dalam lembaga tersebut dibagi dalam 4 disiplin ilmu, yaitu : Pemuliaan, Hama dan Penyakit, Sosial Ekonomi, dan Teknologi Hasil Pertanian.
Pada tahun 1980 melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No.861/Kpts/Org/12/1980 tertanggal 2 Desember 1980, Cabang Lembaga Penelitian Hortikultura berubah nama menjadi Balai Penelitian Tanaman Pangan (Balitan) Lembang dan bertanggung jawab langsung kepada Pusat Penelitian dan Pengambangan Tanaman Pangan di Bogor di bawah lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Pada bulan Maret 1982 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 550/Kpts/Org/7/1982, Balai Penelitian Tanaman Pangan (Balitan) Lembang berubah nama menjadi Balai Penelitian Hortikultura (Balithort) Lembang. Di dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 613/Kpts/OT.210/8/1984 Balai Penelitian Hortikultura (Balithort) Lembang merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian di bidang penelitian dan pengembangan tanaman hortikultura yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Adapun tugas yang diemban oleh Balithort Lembang, yaitu melaksanakan penelitian dan pengembangan tanaman sayuran dan tanaman hias. Pada saat itu Balithort Lembang memiliki dua Sub Balai, yaitu Sub Balai Tanaman Hias di Cipanas, Cianjur dan Sub Balai Hama dan Penyakit di Segunung, Cianjur.
Pada tanggal 1 April 1995, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 796/Kpts/OT/210/12/94, Balithort Lembang berubah nama menjadi Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) dengan tugas pokok melaksanakan penelitian dan pengembangan tanaman sayuran

b.     Visi dan Misi :
VISI
“Menjadi  lembaga penelitian sayuran  berkelas dunia pada tahun 2014 yang menghasilkan dan mengembangkan  inovasi teknologi sayuran untuk mewujudkan industrial yang memanfaatkan sumber daya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, ekspor, dan kesejahteraan petani”
MISI
·         Merakit, menghasilkan dan mengembangkan teknologi inovasi sayuran yang secara ilmiah dan teknis dapat meningkatkan produktivitas, daya saing dan nilai tambah, serta sesuai dengan kebutuhan pengguna.
·         Meningkatkan diseminasi teknologi dalam mendukung pengembangan kawasan hortikultura.
·         Meningkatkan kompetensi  sumber  daya  manusia,  sarana  dan prasarana dalam pelayanan terhadap pengguna teknologi inovasi yang efektif dan efisien.
·         Menjalin jejaring kerjasama dalam negeri dan luar negeri dalam membangun kemitraan untuk membangun dan memecahkan masalah rawan pangan dan gizi komunitas dunia

c.      Tugas Pokok dan Fungsi :
Tugas Pokok :
Melaksanakan penelitian tanaman sayuran

Fungsi :
·         Penelitian genetika, pemuliaan, perbenihan dan pemanfaatan plasma nutfah tanaman sayuran
·         Penelitian morfologi, fisiologi, ekologi, entomologi dan fitopalogi tanaman sayuran
·         Penelitian komponen teknologi sistem dan usaha agribisnis tanaman sayuran
·         Pelayanan teknik kegiatan penelitian tanaman sayuran

d.     Struktur Organisasi :

 















e.      Jumlah Karyawan
·         Struktural    : 4 orang
·         Peneliti        : - S1 = 42 orang
                      - S2 = 15 orang
                      - S3 = 10 orang
·         Teknisi         : 40 orang
·         Administrasi kebun dan rumah tangga : 85 orang
Jumlah         : 192 orang


3.2. Hasil Kegiatan Studi Lapang
a.       Tahap-tahap Produksi Balitsa
1.      Persiapan Lahan
Luas keseluruhan Balitsa seluas 40 Ha, namun tidak keseluruhan lahan dipergunakan sebagai lahan produksi. Lahan tersebut diperuntukkan antara lain sebagai tempat produksi, wisata, penelitian, magang, diklat, kerjasama, studi banding, dan disewakan kepada petani.
Sebagai lahan produksi, pengolahan tanah yang dilakukan BALITSA Lembang menggunakan cara garit laci. Metode garit laci dilakukan dengan cara membuat parit atau garit yang memanjang pada lahan yang nantinya akan menjadi tempat penimbunan gulma. Selanjutnya lubang tersebut diratakan untuk dibuat guludan.

2.      Pembibitan
Pembibitan dilakukan dengan menggunakan ruangan khusus yang terbuat dari kassa dengan pintu ganda dengan tingkat sterilisasi tinggi yang disebut dengan rumah kassa. Di rumah kassa tersebut pembibitan dilakukan dengan cara konvensional dan modern. Untuk media tanam pada pembibitan konvensional digunakan campuran tanah, sekam dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1. Sedangkan untuk cara modern digunakan cara kultur jaringan.

3.      Penanaman
Penanaman dilakukan dengan tergantung dengan ukuran benih yang akan ditanam. Benih yang berukuran besar seperti jagung dilakukan dengan cara tugal sedangkan untuk benih yang berukuran kecil seperti bayam ditanam dengan cara disebar. Untuk tenaga kerja penanaman per hektar dibutuhkan 45 HOK.


4.      Pengairan
Balitsa menggunakan air yang bersumber dari sungai yang terletak di belakang Balitsa yang kemudian ditampung pada kolam penampungan yang selanjutnya dialirkan ke lahan-lahan produksi. Berhubung kualitas air yang berasal dari sungai tersebut sudah terbilang baik, maka tidak ada treatment khusus sebelum air digunakan. Untuk teknik pemberian air, Balitsa menggunakan dua cara yaitu dengan cara mengalirkannya melalui parit-parit antar bedengan atau dengan cara sprinkle menggunakan alat penyemprot khusus.

5.      Pemupukan
Jenis pupuk yang digunakan oleh Balitsa terdiri dari dua jenis yaitu pupuk anorganik berupa pupuk kimia dan pupuk organik berupa pupuk kandang kuda dan pupuk kandang kelinci sebagai pupuk awal. Selain itu, sebagai tambahan Balitsa menggunakan pupuk kompos yang terbuat dari serasah dan bahan sisa panen yang difermentasi dengan starter berupa EM-4.  Untuk pupuk susulan, biasanya menggunakan pupuk urea dan NPK dengan konsentrasi 2 gr / 200 cc jika dicairkan dan 2 gr / tanaman jika menggunakan sistem tugal.

6.      Pengendalian Hama dan Penyakit
Secara umum, hama yang sering menyerang tanaman budidaya di Balitsa terdiri dari insekta dan akarina. Cara pengendalian yang dilakukan oleh Balitsa terdiri dari tiga cara mulai dari mekanis, khemis dan biologis. Ketiga cara tersebut dilakukan dengan ketentuan berupa tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh hama. Pengendalian biologis dilakukan sebelum kegiatan budidaya tanaman dengan mengembang biakkan serangga predator sebagai usaha preventif, pengendalian secara mekanis dilakukan jika kerusakan yang ditimbulkan kurang dari 10 %. Sedangkan pengendalian secara kimia mulai dilakukan jika kerusakan mencapai angka 10-20 %.
Untuk pelaksanaan K3LH sangat menjadi konsen bagi pelaku pertanian di Balithi. Hal tersebut terbukti dengan diwajibkannya penggunaan peralatan keselamatan kerja yang didukung dengan adanya alokasi dana khusus check up tiap bulan bagi tenaga kerja yang menggunakan bahan kimia baik pestisda maupun pupuk kimia.

7.      Panen dan Pasca Panen
Waktu panen di Balitsa ditentukan berdasarkan pada dua aspek, yaitu pertama panen yang didasarkan pada kesiapan komoditas tersebut untuk dipanen,  kedua panen dilaksanakan berdasarkan permintaan UPT bagian pemasaran. Untuk cara panen umumnya dilaksanakan secara manual menggunakan alat-alat sederhana seperti gunting dan pisau. Untuk penanganan pasca panen di Balitsa terbatas hanya sampai pengeringan yang merupakan teknologi kebanggaan Balitsa, hal tersebut dikarenakan keterbatasan Balitsa yang hanya berfungsi sebagai UPT sektor penelitian, bukan UPT penanganan.

8.      Aspek Marketing
Sebagai badan peneliti, Balitsa tidak menangani marketing produk budidaya karena sudah menjadi tugas UPT pemerintah di sektor lain. Balitsa terbatas hanya menghasilkan teknologi yang nantinya teknologi tersebut dipublikasikan ke masyarakat melalui website Balitsa, para pengunjung yang berkunjung ke Balitsa, Magang, Diklat, Kerja Sama dan Studi Banding.

b.      Teknik Budidaya di Balitsa
Sebagai peneliti, Balitsa dituntut menghasilkan produk dan atau teknologi melalui berbagai cara yang salah satunya melalui penggunaan teknik budidaya. Pada saat kunjungan, teknik budidaya yang digunakan Balitsa mencakup 3 teknik, antara lain :

1.      Konvensional
Teknik konvensional adalah teknik budiaya yang dimana cara pengelolaannya masih tradisional, tidak menggunakan teknologi atau sedikit menggunakan teknologi. Contohnya dalam pembuatan bedengan dengan tidak menggunakan mulsa. Di Balitsa terdapat beberapa jenis komoditas yang menggunakan teknik ini, salah satunya pada budidaya tanaman bawang merah, teknik ini mempunyai kelemahan dalam pemberian pupuk cair, mudahnya tumbuh gulma dan mudah terserang hama.

2.      Penggunaan Mulsa
Penggunaan mulsa merupakan salah satu teknik kebanggaan Balitsa yang ditemukan pada tahun 1980 oleh para peneliti Balitsa. Dengan penggunaan mulsa, setidaknya terdapat dua kelebihan dibandingkan dengan teknik konvensional yaitu tidak adanya biaya yang perlu dikeluarkan untuk melakukan penyiangan, kemudian kelebihan selanjutnya yaitu efektifnya penggunaan pupuk cair. Adapun contoh budidaya yang menggunakan teknik penggunaan mulsa yang dilakukan oleh Balitsa adalah pada tanaman cabai merah.

3.      Aeroponik
Teknik Aeroponik adalah salah satu teknik budidaya terbaru dalam teknologi pertanian di Balitsa. Teknik budidaya ini tidak menggunakan tanah dan dilakukan didalam Greenhouse. Menurut penelitian yang sudah dilakukan Balitsa pada tanaman Kentang, hasil produksi dari teknik Aeroponik ini menghasilkan 30 umbi dari 1 pohon, bahkan Balitsa menargetkan hasil produksi dari teknik Aeroponik ini mencapai 50 umbi   dari 1 pohon tanaman kentang. Namun teknik Aeroponik ini masih terbentur dengan biaya yang cukup mahal, jadi hanya bisa dilakukan pada tanaman yang nilai ekonomisnya tinggi.
3.3. Pembahasan
a.       Tahap-tahap Produksi
1.      Persiapan Lahan
Dengan menggunakan sistem garit laci, persipan lahan yang dilakukan di Balitsa menjadi lebih cepat dan ekonomis. Hal tersebut dikarenakan vegetasi yang disanitasi tidak perlu dipindahkan ke luar lahan karena langsung dikubur pada lahan sehingga waktu yang diperlukan untuk mempersiapkan lahan menjadi lebih singkat yang secara tidak langsung menghemat biaya tenaga kerja. Selain itu, gulma yang dikubur setelah beberapa lama akan terdekomposisi yang berfungsi memperbaiki sifat fisika,  kimia dan biologi tanah. Namun, metode ini mempunyai kelemahan yaitu apabila penimbunan yang dilakukan kurang dalam, gulma dapat tumbuh lagi.

2.      Pembibitan
Rumah kasa berfungsi untuk menekan hama dan penyakit yang menyerang pada tanaman yang dibibitkan. Hal tersebut ditunjang dengan digunakannya 2 pintu dengan pintu dan ruangan pertama berfungsi sebagai ruang isolasi. Selain itu, di ruang pertama terdapat bak kecil yang berisikan cairan antiseptik / desinfektan sebagai pengendali patogen yang berasal dari luar yang wajib diinjak ketika memasuki ruangan pembibitan guna membunuh patogen yang ada pada alas kaki.

3.      Penanaman
Untuk teknik penanaman di Balitsa masih sama dengan teknik penanaman yang umum dilakukan yakni dengan cara disebar dan ditugal. Meski terkesan tradisional, namun hal tersebut sebenarnya sangat cocok jika dilihat dari kondisi lahan di Balitsa yang berperan sebagai peneliti yang relatif tidak memerlukan lahan produksi yang luas sehingga tidak memerlukan traktor untuk penanaman.

4.      Pengairan
Cara pengairan dengan sistem  pengaliran air pada parit di lahan konvensional sangat cocok diterapkan mengingat kondisi kemiringan lahan di Balitsa yang mendukung. Dengan cara ini, pengairan menjadi lebih hemat karena tidak ada biaya penggunaan pompa air. Sementara khusus untuk sistem aeroponik, air diberikan melalui cara semprot bersamaan dengan pemberian nutrisi. Jika dilihat sepintas maka cara pemberian air dengan cara semprot akan terlihat lebih mahal dikarenakan sistem pemberian air melalui cara semprot yang diterapkan pada teknik aeroponik memerlukan biaya tambahan dalam penggunaan pompa air, namun jika dibandingkan dengan hasil panen yang didapat maka biaya operasional pengairan dengan sistem semprot bisa tertutupi. Hal tersebut dikarenakan pada budidaya yang menggunakan pengairan semprot (aeroponik), air yang dibutuhkan cukup, tanpa harus khawatir kelebihan air sehingga meminimalisir resiko terjadinya pembusukan akar akibat kelebihan air yang akhirnya berakibat pada optimalnya hasil panen.    

5.      Pemupukan
Pemberian dosis pupuk anorganik di Balitsa pada semua jenis tanaman yang dibudidayakan pada setiap kali memupuk adalah 2 gr / tanaman, namun yang membedakan dan menjadi bahan peniltian di Balitsa adalah periode pemberian pupuk. Hal tersebut ditujukan untuk memudahkan penelitian, karena jika dosis yang dibedakan sebagai bahan pembeda maka dikhawatirkan akan terjadi kekeliruan karena di lapangan menakar dosis dengan ketelitian nol koma relatif akan sangat sulit sehingga dipilih periode pemberian yang menjadi pembeda karena akan lebih memudahkan penelitian.
Untuk penggunaan pupuk organik, Balitsa menggunakan pupuk kandang berupa kotoran kuda sebagai pupuk awal pokok dan kotoran kelinci beserta kompos sebagai tamabahn.
 










( Tabel 1, persentase kandungan hara )

Jika dilihat dari persentase kandungan hara, maka kotoran kuda tidak lebih baik dari kotoran domba. Namun kotoran kuda digunakan Balitsa dengan tujuan untuk menekan biaya produksi karena Balitsa sendiri memiliki kandang kuda, sementara apabila Balitsa menggunakan pupuk kandang jenis lain maka harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membelinya.

6.      Pengendalian Hama dan Penyakit
Metode pengendalian hama dan penyakit tanaman didasarkan pada tingkat kerusakan yang ditimbulkan. Hal tersebut berkaitan dengan biaya pengendalian yang dikeluarkan. Pada tingkat kerusakan di bawah 10 % digunakan pengendalian secara mekanis dengan cara mengambil hama atau mencabut tanaman yang terinfeksi penyakit secara langsung. Dengan pengendalian secara mekanis melalui pengambilan secara langsung maka akan lebih menghemat biaya produksi karena tidak harus mengeluarkan biaya tambahan untuk pembelian pestisida dan tenaga kerja. Pengendalian khemis yang mulai dilakukan pada tingkat kerusakan 10-20% bertujuan untuk mengendalikan hama namun hasil yang didapat masih memberikan keuntungan. Pada tingkat kerusakan lebih dari 10-20 % dikhawatirkan pertumbuhan hama dan penyakit akan semakin besar sehingga bahan kimia (pestisida) mulai digunakan.

7.      Panen dan Pasca Panen
Panen yang dilakukan berdasarkan kesiapan suatu komoditas untuk dipanen terbatas pada komoditasnya. Kriteria untuk tanaman siap panen diantaranya matang secara fisik , sudah cukup umur (komputasi) dan dapat dilihat dari kenampakan fisik (visual) tanaman tersebut.
Matang secara fisik berarti tanaman yang siap panen biasanya jika disentuh sudah tidak terlalu keras, sudah cukup umur berarti waktu panen didasarkan lamanya waktu tanam, sedangkan siap panen berdasrkan kenampakan fisik berarti berubahnya warna tanaman yang siap dipanen.
Namun diantara ketiga kriteria panen tersebut kriteria yang paling akurat dan sering digunakan adalah metode komputasi (dihitung berdasarakan lama umur tanaman).

8.      Aspek Marketing
Sebagai UPT yang menangani bagian penelitian dan pengembangan teknologi budidaya sayuran maka ruang gerak Balitsa di bidang marketing produk hasil panen sangat terbatas, hal tersebut dikarenakan adanya UPT lain yang langsung mengkoordinir produk hasil pertanian Balitsa. Namun sebagai peneliti yang menghasilkan teknologi terkini di bidang budidaya sayuran, Balitsa memiliki alur marketing yang sangat jelas.
Salah satu contoh alur marketing yang terjadi di Balitsa adalah penggunaan mulsa dan pengadaan benih. Pada saat mulsa ditemukan Balitsa berperan sebagai peneliti yang harus menemukan cara untuk memangkas  biaya penyiangan yaitu dengan menemukan mulsa. Setelah mulsa ditemukan, Balitsa melaporkan kepada pemerintah yang kemudian pihak pemerintah memproduksi mulsa tersebut secara masal atau menyerahkan pada badan swasta untuk kemudian disosialisasikan dan dipasarkan ke masyarakat. Sama halnya dengan penemuan mulsa, penemuan benih kualitas unggul oleh Balitsa juga diteliti oleh peneliti Balitsa melalui serangkaian percobaan. Setelah benih unggul hasil penelitian tersebut didapat, Balitsa melaporkan kepada pemerintah yang kemudian pemerintah menyerahkan pada pihak swasta untuk diperbanyak melalui penelitian yang telah dilakukan Balitsa, sementara keuntungan yang didapat oleh peneliti Balitsa berupa royalti atau keuntungan lain berdasar kesepakatan.     
Cara memasarkan yang paling baru yang dilaksanakan oleh Balitsa melalui website, pemasaran melalui website dinilai cara yang paling mudah untuk diakses oleh masyarakat. Tidak seperti cara terdahulunya yaitu melalui peluncuran buku, yang relatif sulit dijangkau karena buku tidak tersalur ke semua toko buku dan juga dikarenakan masih rendahnya animo masyarakat terhadap referensi berupa buku. Selain itu, pemasaran melelui diklat dan magangpun masih terbatas pada sedikitnya kuantitas masyarakt yang mau datang  untuk meminta diklat dan pelatihan karena berbagai faktor. Sehingga peluncuran website Balitsa dinilai menjadi media yang paling ampuh dalam rangka memasarkan hasil penelitian dan teknologi yang dihasilkan oleh Balitsa.

b.      Teknik Budidaya Balitsa
1.      Konvensional
Dengan teknik budidaya konvensional kegiatan budidaya masih menghasilkan hasil yang relatif kecil dan biaya produksi sebetulnya bisa jadi lebih besar dari teknik lain. Namun, teknik konvensional ini masih banyak dilakukan oleh petani bahkan oleh petani binaan Balitsa sendiri dikarenakan teknik budidaya ini relatif paling mudah untuk dilaksanakan dan membutuhkan modal awal yang paling sedikit jika dibandingkan dengan teknik budidaya yang lain, misalkan saja tidak adanya biaya yang perlu dikeluarkan untuk membeli mulsa, selain itu pada teknik budidaya konvensional tidak perlu menggunakan tenaga kerja yang professional sehingga memudahkan petani awam untuk melakukan budidaya.

2.      Penggunaan Mulsa
Jika dilihat sepintas maka penggunaan mulsa akan terlihat jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan teknik budidaya konvensional. Namun jika dihitung secara seksama akan tampak bahwa dengan menggunakan mulsa justru lebih menguntungkan dari pada teknik budidaya konvensional yang mengharuskan tindakan penyiangan guna menekan hama. Dengan melakukan penyiangan pada teknik konvensional setiap sekali budidaya akan menghabiskan dana sebesar Rp. 3.000.000, maka untuk kegiatan budidaya per tahun sebanyak 4 kali budidaya akan menghabiskan dana sebesar Rp. 12.000.000, sedangkan dengan menggunakan mulsa per hektar akan menghabiskan dana sebesar Rp. 6.000.000 namun dapat digunakan untuk 4 kali budidaya sehingga dengan menggunakan mulsa untuk mengendalikan gulma hanya diperlukan dana setengah dari dana yang perlu dikeluarkan dalam teknik budidaya konvensional.
Selain itu, dengan menggunakan mulsa pemberian pupuk cair akan lebih efektif karena kehilangan pupuk akibat penguapan akan lebih sedikit. Hal tersebut terjadi karena pupuk cair yang diberikan pada tanaman melalui lubang pada mulsa akan terhalang oleh mulsa dari terik matahari karena pada bagaian atas mulsa berwarna perak terang sehingga berfungsi memantulkan cahaya matahari yang berakibat pada tidak menguapnya pupuk karena temperatur tanah yang tidak terlalu tinggi akibat pemantulan tersebut.

3.      Aeroponik
Teknik aeroponik merupakan teknologi budidaya terkini yang digunakan Balitsa dalam kegiatan budidaya. Dengan hasil panen pada tanaman kentang yang mencapai 6 kali lipat lebih banyak dari teknik budidaya konvensional / penggunaan mulsa. Hal tersebut disebabkan oleh sangat efektifnya nutrisi dan air yang diberikan pada teknik budidaya ini sehingga hasil yang didapat lebih besar dibandingkan dengan teknik konvensional / penggunaan mulsa.
Nutrisi dan air diberikan secara otomatis melalui mesin pengabut yang dilengkapi dengan timer, sehingga pada perioda tertentu (kurang lebih 8 jam untuk tanaman kentang) nutrisi dan air akan disemprotkan.
Namun berhubung teknik budidaya ini relatif mahal (sekitar 15 juta pada luasan 15 m x 30 m menurut kediri agro selaku penjual alat-alat pertanian) dan sulit, sehingga diperlukan modal yang lebih besar dan tenaga kerja yang profesional maka teknik ini hanya digunakan pada komoditas tertentu saja.


BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1. Simpulan
Setelah melakukan field trip mahasiswa mendapat informasi tentang instansi yang dikunjungi yaitu Balitsa merupakan UPT (Unit Pelaksana Teknis) Pemerintah yang bergerak di bagian penelitan tanaman sayuran.Yang berfungsi bertanggung jawab untuk melakukan serangkaian penelitian dalam rangka meningkatkan kemajuan pertanian di Indonesia.
Selain itu mahasiswa juga mendapat pengetahuan yang berhubungan dengan bidang peminatan TPTPH yaitu teknik produksi tanaman pangan dan hortikultura tentang tahapan produksi yang meliputi persiapan lahan, pembibitan, penanaman, pengairan, pemupukan, pengendalian hama penyakit, panen dan pascapanen. Teknik produksi yang dilakukan di Balitsa diantaranya teknik konvensional, penggunaan mulsa, dan aeroponik.
Oleh karena itu, hal tersebut dapat membekali kami dalam pelaksanaan on farm yang akan kami laksanakan.
4.2. Saran
·         Sebaiknya narasumber dari Balitsa berjumlah lebih dari satu orang, karena terdapat 2 jurusan yang berkunjung ke Balitsa dalam waktu yang bersamaan, sehingga dengan narasumber lebih dari satu orang setiap narasumber fokus membahas tentang apa yang berhubungan dengan kedua jurusan tersebut.
·         Sebaiknya mahasiswa dibawa masuk ke green house kassa budidaya kentang aeroponik, sehingga mahasiswa dapat jelas melihat proses budidayanya.
·         Sebaiknya waktu kunjungan lebih dari 2 jam. Sehingga pertanyaan yang di tanyakan lebih kompleks.
DAFTAR PUSTAKA




LAMPIRAN

Gambar 1, Green House kassa
Gambar 2, Tempat penyimpanan hasil panen


Gambar 3, Green House kassa
Gambar 4, Narasumber Balithi


Gambar 5, Teknik budidaya menggunakan mulsa
Gambar 6, Teknik budidaya menggunakan mulsa (tanaman cabai)


Gambar 7, Tempat media tanam
Gambar 8, Teknik budidaya menggunakan mulsa


Gambar 9, Budidaya kentang secara konvensional
Gambar 10, Pengendalian hama secara hayati


Gambar 11, Waktu wawancara di lapangan
Gambar 12, Serah terima cendra mata


Gambar 13, Sesi tanya jawab di dalam ruangan
Gambar 14, Sesi tanya jawab di dalam ruangan

Gambar 15, Foto bersama dengan narasumber Balitsa

1 comment: